Nur Abadi, Tokoh Desa Sukses Padukan Sistem Peternakan dan Pertanian

(Nur Abadi sedang memberi makan sapi)


Cakrawala | Madiun – Meskipun tidak semuanya, namun pernah kita dengar Eks Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang pulang kampung gagal memanfaatkan uang hasil jerih payahnya selama bekerja di luar negeri. Lalu mereka bingung mencari pekerjaan lagi ataupun bingung mau membuka usaha, hingga memutuskan kembali untuk menjadi TKI padahal usia sudah tidak memungkinkan.

 

Cerita itu mungkin tidak berlaku bagi Nur Abadi, warga Desa Sumberejo, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun yang juga pernah menjadi TKI Eks Korea. Sebab, sepulangnya dari Korea Ia justru memilih menjadi petani dan peternak untuk membantu memajukan desanya.

 

"Waktu itu saya berpikir, kalau saya terus menjadi TKI  dengan sistem kontrak, nanti kalau habis kontrak dan tidak diperpanjang saya ‎bingung, karena usia juga terus bertambah. Saya juga ingin sukses tanpa harus terus menjadi TKI lagi,” papar Nur Abadi kepada Tabloid ini.

 

(Nur Abadi sedang mengecek pohon pisang)

Lantas, dengan bermodal beberapa ekor sapi dirinya mencoba memulai memelihara dan memutuskan belajar berternak.

 

"Saya masih sangat awam untuk dikatakan sebagai  peternak sapi, saya terus belajar kepada yang sudah ahlinya. Itu motivasi saya menjadi peternak setelah tidak lagi menjadi TKI," ucapnya merendah.

 

Sebelum berternak sapi, Nur Abadi seperti kebanyakan orang desa pada umumnya yang seorang petani biasa.

 

Di sisi lain dirinya prihatin ketika masa tanam dan masa pemupukan, pupuk selalu langka hingga petani kesulitan untuk mendapatkannya. Berangkat dari keprihatinan tersebut, lalu Ia berpikir bagaimana kebutuhan pupuk untuk tanaman padinya bisa tercukupi dan tersedia tanpa tergantung pupuk kimia yang ketersediaannya selalu langka.

 

Dari situ Nur Abadi mulai timbul gagasan untuk memanfaatkan limbah kotoran ternak sapi miliknya untuk diolah menjadi pupuk. Nur Abadi mulai belajar menerapkan budidaya padi dengan sistem pertanian organik.

 

Di samping itu, Nur Abadi merupakan salah satu pengurus kelompok tani yang mulai mengolah  tanaman padi secara organik, apalagi dirinya pernah mengikuti program pelatihan dari Dinas Pertanian Kabupaten yaitu program Manajemen Tanaman Sehat (MTS). Berbekal ilmu yang didapat, dirinya mulai mengaplikasikan di bidang peternakan dan pertanian yang digeluti saat ini.

 

Nur Abadi menceritakan bagaimana kotoran sapi diolah menjadi pupuk. Yang pertama kotoran sapi dibiarkan mengering dan menguap agar gas dan baunya hilang lalu dicampur kapur dolomit dan cairan EM4. Proses ini bisa berjalan tiga hari lalu ditimbun terlebih dahulu. Setelah kering dilakukan pengkondisian terlebih dahulu agar tidak menggumpal.

 

Ia menerangkan, satu-satunya kendala yang dihadapi dalam pengolahan pupuk organik adalah cuaca hujan. Pasalnya, proses pembuatan pupuk organik dipastikan membutuhkan waktu lebih lama lantaran basah.

Berkat pupuk dari kotoran sapi itulah, Nur Abadi kini tak lagi tergantung pada pupuk kimia dalam mengolah lahan pertaniannya. Hasilnya, tanaman padi terlihat hijau segar dan bulir-bulir padi mulai terisi padat.

 

Tidak hanya itu, saat ini di lahannya juga mulai ditanami ratusan bibit pohon dua jenis pisang ukuran 45 cm yaitu pisang Rojo Temen dan Candevis yang terlihat subur perkembangannya.

 

Meski demikian, Nur Abadi tidak serta-merta menggunakan sendiri hasil keahliannya itu melainkan juga mengajak petani desanya untuk menggunakan pupuk organik agar tidak tergantung pada pupuk kimia.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama